Tangan Yang Terluka

  • GSJA Eben Haezer
  • Kasih
  • 01 May 2016

Dani adalah anak yatim piatu, ia bersama bibinya yang tua lagi miskin, tinggal di satu kamar loteng toko yang sudah tua.  Suatu malam ketika mereka sedang tidur, terjadi kebakaran di beberapa toko disitu.  Lonceng tanda bahaya dibunyikan, orang-orang datang untuk menolong, Pendeta juga datang ke lokasi.

Saat mereka bekerja keras memadamkan api, tiba-tiba terdengar teriakan keras minta tolong. Mereka melihat apa yang harus dilakukan, tangga kayu ke atas sudah terbakar, jalan lain tidak ada, terjun terlalu tinggi.

Tiba-tiba seorang lelaki berlari mendekati kobaran api itu dan memanjat tiang telepon besi yang sudah menjadi panas.  Kedua tangannya kepanasan, melepuh terbakar, tetapi dia terus dan terus memanjat, digendongnya Dani dan dibawa turun.

Sayang, bibi tua tidak sempat diselamatkan dan Dani sekarang sendirian, tanpa rumah , tanpa pakaian, tanpa sanak saudara.  Pendeta membawa Dani pulang ke rumahnya dan mengumumkan siapa yang mau mengangkat Dani sebagai anaknya?  Esok harinya, datang pasangan muda, yang sudah lima tahun menikah dan tidak memiliki anak, dia berjanji akan memperlakukan Dani sebagai anak sendiri.  Pasangan lain datang, sudah ada umur dan ada beberapa anak, dia sangat kaya, dan berjanji bahwa di rumahnya, Dani tidak akan kekurangan dan juga bisa bermain dengan anaknya yang bungsu.

Ketika mereka semua berkumpul dan berbincang-bincang, akhirnya sampai pada kesimpulan, biarlah Dani anak yatim yang baik itu memutuskan sendiri, orang tua mana yang dia pilih.  Saat itulah masuk seorang laki-laki dan berkata, “Saya mau Dani menjadi anak saya”.  Pendeta itu tahu, dialah yang telah menyelamatkan Dani dari api itu.

Pendeta itu tahu, orang ini tidak pernah pergi ke gereja dan sangat keras dan tidak mau percaya kepada Kristus, sekalipun dulu pernah sekolah di sekolah Kristen bahkan didatangi beberapa kali.  Ia selalu menolak segala kebenaran Alkitab.  Itu sebabnya dengan berbagai alasan, pendeta mengulur waktu sampai beberapa hari, dan berusaha untuk tidak menyerahkan Dani ke laki-laki itu.  Pendeta itu tahu orang ini tidak akan mengajarkan kepada Dani tentang kasih Kristus.

Beberapa hari kemudian, ketika mereka berkumpul kembali, dan Dani akan memutuskan diantar tiga pasangan ini siapa yang akan dipilih.  Pendeta berhari-hari telah mengarahkan Dani pilihlah orang percaya, sebagai alasan utama.  Dani bergumul cukup keras untuk hal penting dalam hidupnya; pasangan muda yang baik, belum mempunyai anak, tetap sederhana, pasangan kaya dan orang percaya, atau laki-laki keras yang menolongnya tetapi tidak ke gereja.  Laki-laki itu tidak putus asa untuk mendapatkan Dani, perlahan-lahan dia buka perban yang membalut kedua tangannya yang terluka ketika dia memanjat tiang besi panas dan menunjukkannya ke Dani sambil berkata pelan; “Tidak maukah kau datang kepadaku, dan menjadi anakku ?”

Dani melopat dan memeluk orang itu; “Aku mau bersama bapak ini, Aku mau menjadi anak bapak, kedua tangannya terluka menyelamatkan aku, dia mengasihi aku !” katanya pasti.  Pendeta sedikit tertegun dengan keputusan Dani, namun menyesalkannya, karena dia bukan orang percaya.  Kini Dani memiliki seorang Bapak, dia bermain ke pantai, berburu ke hutan, bermain layang-layang, bersepeda bersama dan menikmati hidup dengan senang.  Satu hal bapak itu tidak pernah berbicara tentang kasih Allah yang di sorga.  Mereka tidak pernah mengucap syukur kepada Tuhan baik sebelum atau sesudah makan.  Mereka tidak pernah berdoa, tidak ingat Tuhan.  Suatu hari pameran diadakan di kota mereka.  Orang-orang datang beramai-ramai menyaksikan lukisan.  Dani dan bapaknya juga datang, dan bapaknya dengan antusias menerangkan lukisan kepada Dani.

Tapi ketika mereka tiba pada lukisan yang digantung tersendiri.  Bapaknya cemberut.  Ia mengajak Dani meninggalkan lukisan itu.  Tapi Dani tertarik sekali pada lukisan itu, Ia terpukau memperhatikannya.  Dani menarik tangan bapaknya supaya berhenti.  Kendati tidak menyukai lukisan itu, bapaknya berhenti dan ia terkejut melihat Dani sangat tertarik mengamati lukisan itu.


Dan bertanya keheranan; “Mengapa kedua tangan dan kaki orang itu dipaku ? Mengapa ia memakai mahkota duri ? Mengapa bergantung-gantung seperti itu, siapa dia ?”
“Nama orang itu Yesus” jawab bapaknya kesal.  “Mengapa dia ?” Tanya Dani ingin tahu, bapaknya menjawab ogah-ogahan, dia tahu karena pernah sekolah di sekolah kristen.  “Kira-kira dua ribu tahuan lalu, Dia diseret ke pengadilan Yerusalem, sebuah kota di Palestina.  Orang-orang menuduh Dia melawah Allah.  Gubenur tahu Dia tidak bersalah tetapi tidak kuasa membebaskan, Dia disiksa, Dia dirajam, bahkan disalib seperti gambar itu.  Kata orang, Dia menebus dosa manusia di kayu salib itu, maka ada yang percaya Dia Juruselamat atau Mesias, saya sendiri tidak mempercayainya.”

Dani sangat terharu dengan cerita itu, sepanjang perjalanan pulang Dani minta diceritakan lebih detail lagi, lagi dan lagi.  Sebelum tidur Dani bertanya lagi dan lagi dan minta diceritakan lagi. Dengan terpaksa bapaknya menuruti setiap kali anaknya memintanya, dan suatu ketika, setelah bercerita Dani berkata; “Orang yang terluka tangan-Nya itu membuat aku teringat pada tangan bapak yang luka terbakar.  Bagaimana menanggung panasnya tiang besi untuk menyelamatkan aku dari api, dari kematian” Dani memegang tangan bapaknya dan mengamati tangan bapaknya.

Bapak itu bergegas meninggalkan Dani kembali ke kamarnya lalu duduk.  Kata-kata Dani terus mendengung di telinganya.  Akibatnya ia tidak dapat tidur.  Ia teringat akan kasih dan ketulusan hatinya ketika menyelamatkan Dani.  Juga teringat ketika ia ke rumah pendeta untuk meminta Dani menjadi anaknya.

Bagaimana seandainya Dani menolak untuk dia selamatkan ?  Bagaimana perasaanku kalau Dani menolak untuk menjadi anak angkat saya ? Betapa saya akan kecewa dan sedih ? Karena itu berarti Dani mengabaikan kebaikannya, tidak menghargai apa yang telah dilakukan, menolak kasih dan ketulusan serta pengorbananku ? Bapak itu menarik nafas dalam-dalam dan mengangguk-angguk.  Ia memang telah mempertaruhkan nyawanya dan telah menderita luka bakar untuk menyelamatkan Dani.  Tapi kendati demikian ia tahu pasti, Dani tetap bebas untuk menentukan pilihannya sendiri, apakah ia mengikuti saya atau tidak.

Tiba-tiba bapak itu melongo.  Ia teringat masa lalu, dimana ketika masa sekolah ia pernah menghafal ayat-ayat Alkitab.  Yoh 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

“Kristus telah mati, karena dosa-dosa kita” “Kristus memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya” dan beberapa ayat lain muncul di benaknya. Tiba-tiba bapak itu lemas dan bersandar di kursinya, sadar betapa aku selama ini begitu bodoh. Cerita penyaliban Yesus itu benar.  Sungguh-sungguh terjadi.  Betapa sombong dia selama ini, sehingga dia benar-benar memerlukan juru selamat.  Betapa selama ini dia telah mengabaikan tangan yang terulur dari Allah Bapa, marilah menjadi anak-Ku, mari Aku selamatkan engkau !

Kepala Bapak itu sekarang tertunduk, tangannya dilipat, dan mulai berdoa;  “Tuhan Yesus, aku mau menjadi anak-Mu, karena Engkau telah menderita luka-luka, bahkan mati di kayu salib untuk menyelamatkan aku” Usai berdoa, ia begitu gembira, begitu lepas dan bebas, ia tahu pasti Allah telah memilih dia, sama seperti dia memilih untuk menyelamatkan Dani dan memutuskan untuk mengambil Dani menjadi anaknya.  Sekarang ia dapat menyatakan kepada Dani, bahwa cerita tentang Tuhan Yesus adalah benar, sungguh-sugguh terjadi.  Mereka saat ini tinggal bersama dan hidup menikmati kasih Allah yang nyata.