Merumuskan Ibadah Sejati

  • GSJA Eben Haezer
  • Ibadah
  • 01 Jun 2015

Salah satu penghalang (kesulitan) bagi banyak gereja adalah membuat jemaat mereka memiliki pemahaman yang tepat mengenai apa makna ibadah dan apa yang bukan. Soal ini harus dibahas dalam dua tahap:

  • Apa makna ibadah bagi orang yang melakukannya?
  • Apa makna ibadah bagi mereka yang tugasnya adalah terus-menerus memungkinkan terwujudnya ibadah sejati?

Karena para pemimpin gereja beranggung-jawab untuk dapatnya jemaat menyembah Allah dengan segenap hati, pikiran, jiwa dan kekuatan mereka, maka menyelenggarakan ibadah berarti menciptakan suatu suasana di mana jemaat dapat berhubungan dengan Allah secara pribadi dan akrab untuk mengagungkan, menghormati dan memuliakan Dia. Orang-orang yang menghadiri ibadah penyembahan harus dengan sengaja diarahkan masuk ke dalam hadirat-Nya agar kehadiran Allah bisa dirasakan. Bagi gereja-gereja yang sangat efektif, hal ini berarti mengatur kembali bagaimana rancangan ibadah kebaktian, cara melaksanakannya dan cara mengevaluasinya.

Rancangan kebaktian akan dibahas panjang lebar dihalaman-halaman berikutnya, didasarkan pada upaya untuk berhasil (agar orang dapat merasakan kehadiran Allah secara nyata, praktis, tetapi sangat rohaniah). Sebagian dari tantangan untuk gereja-gereja ini ialah memastikan bahwa semua mereka yang merancang atau memimpin acara kebaktian harus peka terhadap bimbingan Roh Kudus dan bersedia mengikuti bisikan-bisikan-Nya. Dalam istilah sehari-hari, ini berarti memasuki ibadah dengan acara yang tersusun baikan sebagaimana kebaktian tersebut harus berlangsung, tetapi juga bersedia menyimpang dari susunan tersebut apabila benar-benar dirasakan bahwa dengan cara ini Allah akan mendapat penghormatan atau pelayanan yang lebih baik.

Bagaimana gereja-gereja yang sangat efektif mengevaluasi ibadah penyembahan? Berikut ini ada beberapa cara yang umum digunakan untuk menilai saat-saat ibadah:

  • Jemaat jelas-jelas tergerak secara fisik, emosi atau mental dengan mengalami pertanyaan-pertanyaan yang mendalam terjawab, sikap yang meragukan sungguh-sungguh ditentang, tingkat komitmen iman perorangan dikobarkan;
  • Terjadi kesembuhan emosi atau fisik dari sesuatu sifat yang dapat dilihat;
  • Jemaat ingin sekali kembali ke gereja untuk mengalami lawatan Allah lagi, berharap mengalami lagi sukacita yang mendalam atau kepenuhan lawatan yang dialami hari itu;
  • Para penyembah sungguh-sungguh merasakan kehadiran Allah yang tak dapat disangkat ditengah-tengah mereka;
  • Individu-individu merasa sangat perlu menyatakan penyesalan di hadapan Allah;
  • Ada kesediaan untuk memasrahkan hidup mereka dan membiarkan Allah memimpin mereka dengan cara yang lebih akrab dan dalam;
  • Khotbahnya memberi dorongan alkitabiah kepada jemaat untuk menjernihkan pandangan duniawi mereka dan untuk bertumbuh secara holistik.

Tanda-tanda yang tak dapat dipakai untuk menilai saat ibadah dalam gereja-gereja yang sangat efektif meliputi:

  • Banyaknya pujian yang diberikan kepada pengkhotbah untuk khotbahnya;
  • Jumlah pengunjung yang hadir atau pertambahannya sejak minggu-minggu sebelumnya;
  • Besarnya persembahan;
  • Sejauh mana lancarnya kebaktian;
  • Banyaknya orang yang tampaknya ikut menyanyi selama puji-pujian dan refrein lagu yang dinyanyikan jemaat, atau banyaknya orang yang ikut mengucapkan pujian berbalasan dalam tata kebaktian;
  • Jumlah orang yang maju ke depan atau ikut ambil bagian dalam Perjamuan Kudus;
  • Beberapa jumlah orang yang terlihat mencatat selama khotbah.

Ibadah tak dapat dikatakan berhasil sebelum orang bahwa ibadah itu bukanlah penghadiri suatu acara melainkan itu adalah suatu kondisi pikiran dan roh. Percakapan-percakapan saya tentang ibadah dengan para pemimpin gereja yang efektif memunculkan dua masalah penting yang membantu dalam hal merubah focus dari yang tadinya pada soal memenuhkan dalam hal merubah focus dari yang tadinya pada soal memenuhkan hati jemaat dengan Roh Allah. Pertama, tentangan dari ibadah sejati adalah membuat orang terobsesi pada Allah. Hanya apabila kita sepenuhnya memusatkan diri pada Allah dan sepenuhnya bertekad untuk bergaul dengan Allah dengan cara yang tepat, maka Ia akan dipermuliakan melalui ibadah kita. Kedua, apabila gereja itu ada dengan tujuan memudahkan perubahan hidup, maka tingkat perubahan hidup itu terjadi bukanlah karena sesuatu yang kita lakukan melainkan karena jemaat benar-benar mampu mengalami hadirat Allah. Karena itu mendorong orang agar menghadiri ibadah dengan tujuan untuk berjumpa dengan Allah yang hidup, menjadi obsesi para pemimpin gereja.

(Sumber:The Habits of Highly Effective Churches, George Barna, 2005, hal 92-95, Penerbit Gandum Mas, Malang).