Babilonia : Sadrakh, Mesakh, Abednego

  • GSJA Eben Haezer
  • Iman
  • 06 Apr 2017

“Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.  Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi, seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:16-18).

Kemarahan raja memuncak terhadap ketiga pria itu.  Mereka menolak menyembah patung berhala yang raja buat untuk bangsanya, Ini adalah sebuah kejahatan yang berakhir pada hukuman mati dengan cara dibakar.  “Panaskan perapiannya!”, perintah sang raja., “Aku ingin tujuh kali lebih panas dari biasanya.”  Raja memerintahkan orang-orang kuat dari tentaranya maju dan mengikat tangan mereka.   Perapian itu berkobar-kobar dan dindingnya memerah seolah-olah siap meleleh.  “Lemparkan mereka ke dalam!” perintah raja.

Saat mereka melakukan perintah raja, panasnya terlalu luar biasa sehingga tentara-tentara itu terbakar.  Para tahanan itu hilang sekejap saat kobaran api menyala-nyala dan terlalu silau untuk melihat ke dalam perapian.

Kemudian saat memandang, Nebukadnezar tiba-tiba melompat keheranan.  Ia berkata, “Lihat! Ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah apa itu; mereka tidak terluka, dan yang keempat itu rupanya seperti anak dewa!” (Daniel 3: 25).

Segera Nebukadnezar menyadari keterbatasannya dihadapan satu-satunya Tuhan yang benar.

Aplikasi:

Saat tiba waktunya pertempuran antara yang baik dan jahat, pertempuran itu bukanlah pertempuran yang adil.  Musuh sangat kuat, tetapi Tuhan lebih berkuasa.  Setan kuat, namun Tuhan lebih kuat dari apa pun.  Setan harus mengirim roh-roh jahatnya ke seluruh dunia untuk menjalankan rencana jahatnya.  Sebaliknya, Tuhan itu Mahahadir — hadir secara penuh di setiap tempat di setiap waktu.  Namun demikian, keterbatasan musuh tidak selalu jelas saat kita berada di bawah tekanan dari lawan.  Saat itu, musuh kelihatannya menakutkan, mengancam, seakan hendak menerkam.  Kita terkadang melupakan kuasa Tuhan yang tidak terbatas.  Mari belajar dari  kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego ketika mereka diizinkan mengalami perapian.  Apakah kita hanya terfokus pada panasnya perapian yang tujuh kali lipat membara atau kita memilih tindakan iman seperti ketiga orang muda tersebut — terfokus pada kehadiran Tuhan dalam perapian tersebut dan menemukan kekuatan untuk menahan dan bertahan dalam panasnya perapian tersebut ? Anda sendirilah yang harus menjawabnya.