TOXIC PARENTING

  • 18 May 2025
  • Fulfilling God's Purpose

Allah dan Alkitab memanggil kita untuk menghormati orang tua kita, tetapi Alkitab juga memberitahu kita bahwa hanya otoritas Allah saja yang mutlak. Allah memberi otoritas ayah dan ibu untuk melayani serta mengasihi anak-anak yang sudah dipercayakan bagi mereka. Masalah yang terkadang muncul dalam parenting keluarga adalah saat seorang ayah atau ibu menikmati memerintah demi kepentingannya sendiri dan bukan dalam semangat untuk melayani. Dan pada akhirnya peran yang diberikan Tuhan menjadi tempat dimana ego besar dimanjakan.

Berhadapan dengan orang tua yang jahat mungkin bisa menjadi tugas psikologis paling sulit dan menyakitkan yang bisa dihadapi oleh seorang anak. Sebagian besar gagal dan akhirnya menjadi korban dan akhirnya anak akan merasa ditinggal sendirian dalam masa pertumbuhannya. Memang tidak ada orang tua yang sempurna, jadi bisa dipahami jika para orang tua akan menjadi ketakutan saat seseorang datang dan menghakimi segala sesuatu yang kita katakan atau lakukan pada anak-anak kita.

Paulus menyatakan: “Itulah sebabnya aku menulis kepada kamu ketika aku berjauhan dengan kamu, supaya bila aku berada di tengah-tengah kamu, aku tidak terpaksa bertindak keras menurut kuasa yang dianugerahkan Tuhan kepadaku untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan.” (2 Korintus 13:10). Ada saat dimana para orang tua juga melakukan kejahatan yang diam dengan tidak mengajarkan nilai-nilai ketaatan namun justru memberikan anak kebebasan sebebas-bebasnya melakukan segala sesuatu dan ini tentu saja akan mengerjakan kerusakan yang besar bagi masa depan anak tersebut. Para orang tua memerlukan kecerdasan saat berurusan dengan orang tua beracun dimana perlu ada penghargaan tinggi yang diberikan atas otoritas dan hak menjadi orang tua, namun di sisi lain ada toleransi rendah pada manipulasi kejahatan. Bukankah Allah memberi otoritas pada orang tua untuk membangun anaknya dan bukan menghancurkan mereka.

Keluar Yang Lama, Masuk Yang Baru

Ada juga usaha yang dilakukan seorang anak perempuan yang sudah keluar dari keluarga disfungsional asalnya dan kini membentuk keluarga baru yang fungsional. Tidak butuh lama sampai dia berfikir harus kembali ke keluarga asalnya yang disfungsional dan berusaha memperbaikinya. Namun ingatlah bahwa berusaha memperbaiki hubungan yang tidak bisa diperbaiki hanya akan berakhir dengan kegagalan. Akan selalu ada dua pilihan dalam masalah ini: Tetap meluangkan waktu dan energi emosional dengan upaya menyelamatkan keluarga yang disfungsional tapi tidak berfikir bahwa mereka disfungsional dan tidak akan pernah berubah; atau menginvestasikan waktu, energi, perhatian pada keluarga yang baru; Tumbuhkan semakin mengakar ke dalam, rekatkan dengan kasih, dan terimalah ciptaan baru Allah sebagai kesempatan kedua untuk memiliki keluarga yang selalu diidamkan. Bukankah waktu, energi dan fokus anda terbatas?

Pada saat menghadapi keluarga beracun, mengambil sikap untuk berduka jauh lebih efektif daripada berinteraksi dan berusaha memperbaiki segala sesuatu. Namun ingatlah walaupun masih sesekali orang tua bertindak sebagai racun dalam rumah tangga kita, namun bukan berarti kita harus memutuskan hubungan; mulailah tetapkan beberapa batasan saja dalam hubungan terebut tanpa memutuskan hubungan. Semakin dekat anda dengan pasangan anda, semakin sehat secara rohani pula keluarga anda bagi masa depan anda dan anak-anak anda.

Pertanyaan untuk direnungkan:

  1. Apa yang menyebabkan orang tua memiliki perilaku toxic saat membimbing dan membesarkan anak-anaknya?
  2. Mengapa membangun semangat untuk belajar itu penting dalam merawat sebuah pernikahan dan pola asuh anak?
  3. Bagaimana membangun batasan yang tepat saat anak diperhadapkan pada orang tua yang sesekali masih melakukan perilaku toxic pada keluarga atau rumah tangga anaknya?